ZAKAT YANG DISALURKAN DALAM BENTUK SELAIN UANG - Rumah Zakat
Rumah Zakat

ZAKAT YANG DISALURKAN DALAM BENTUK SELAIN UANG

Oleh Dian Ekawati | 9/2/2021, 3:14:20 AM | Inspirasi

facebook
facebook
facebook
facebook
tiktok
Sahabat zakat yang dirahmati Allah SWT, pada dasarnya zakat dikeluarkan dalam bentuk benda yang wajib dizakati. Nabi shallallâhu'alaihi wasallam bersabda kepada Mu'adz bin Jabal ra. Ketika mengutusnya ke Yaman: "Ambillah biji-bijian dari biji-bijian, kambing dari kambing, onta dari onta dan sapi dari sapi." (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al-Hakim, dan dia menshahihkannya). Menurut para ahli fikih dalam madzhab Hanafi dan yang lainnya, boleh mengeluarkan zakat berupa nilainya (maksudnya: uang), sebagai ganti dari barang yang wajib dikeluarkan zakatnya. Adapun penyebutan bentuk benda yang wajib dikeluarkan sebagai zakat dalam sabda Nabi shallallâhu 'alaihi wasallam di atas adalah bertujuan untuk memberi kemudahan kepada para pemilik harta. Karena, bagi para pemilik suatu jenis harta, akan lebih mudah mengeluarkan zakatnya dalam bentuk jenis harta yang dia miliki. Jadi penyebutan benda-benda tersebut bukan untuk mewajibkan pengeluaran zakat dalam bentuk benda-benda tersebut. Pendapat ini bersandar pada beberapa dalil, di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Baihaqi dari Thawus, dia berkata: "Muadz bin Jabal ra berkata kepada para penduduk Yaman, "Bawalah kemari barang-barang berupa khamîsh (nama pakaian) atau pakaian lainnya sebagai zakat untuk menggantikan gandum dan jagung. Hal itu lebih mudah bagi kalian dan lebih baik bagi para sahabat Rasulullah shallallâhu 'alaihi wasallam di Madinah." Thawus meskipun tidak pernah bertemu Muadz, tapi dia mengetahui perihal Muadz, sebagaimana dikatakan oleh Imam Syafi'i. Muadz berpijak pada kemaslahatan fakir miskin dalam menentukan cara pembayaran zakat. Karena, memberikan barang lebih mudah bagi para pemilik harta. Muadz mengambil pilihan lain ketika melihat adanya kemaslahatan bagi masyarakat di dalamnya. Pendapat Muadz itu didasarkan pada kenyataan bahwa ketika itu penduduk Yaman terkenal dengan produksi tekstilnya, sehingga memberikan hasil produk tersebut lebih mudah bagi mereka. Dan dalam satu waktu, produk yang mereka hasilkan dibutuhkan oleh penduduk Madinah. Hal yang sama pernah dilakukan oleh Umar bin Khattab ra. Said bin Manshur, dalam kitab As-Sunan, meriwayatkan dari Atha` dia berkata, "Dalam zakat harta, Umar bin Khattab ra lebih memilih mengambil barang daripada uang dirham." Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin menyatakan dalam fatwanya bahwa sebaiknya mengeluarkan zakat harta dari jenisnya itu sendiri, kecuali harta perdagangan yang dinilai dan dikeluarkan zakat nilainya dalam bentuk uang. Tetapi jika muzakki (orang yang berzakat) memandang perlu untuk membeli kebutuhan pokok dengan zakat tersebut untuk fakir miskin, seperti pakaian, nafkah dan perabot, sedangkan ia membutuhkannya, maka diperbolehkan. (Dikutip dari buku Fatawa Az-Zakah, karya Muhammad Al-Musnid) Syaikh Abdullah bin Baz juga berpendapat bahwa sebaiknya mengeluarkan zakat dengan harta yang sama, seperti unta, sapi, kambing, dan makanan. Inilah asalnya sebagaimana diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun jika ada hajat dan maslahat mengeluarkan zakat dengan qimah (sesuatu yang senilai dengan kewajiban zakat), atau karena perintah dari penguasa yang memerintahkan mengeluarkannya dengan nilainya, maka tidak mengapa. Tidaklah masalah mengeluarkan seperti itu karena ada maslahat syar’i. (Lihat Fatawa Nur ‘Ala Ad Darb, 15: 69). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dibolehkan dalam sebagian keadaan karena kebutuhan dan adanya maslahat, ini merupakan pendapat yang paling tepat. Jika penerima zakat ingin membeli baju dari dana zakat, kemudian pemilik harta membelikannya baju, lalu dia berikan ke penerima zakat, berarti dia telah berbuat baik kepadanya. Dan jika dia mengganti bajunya dengan uang, lalu dia berikan kepada orang yang menerima zakat, berarti dia memberikan uang yang nilainya lebih banyak dari pada harga baju.” (Majmu’ al-Fatawa, 25/80) Dengan demikian dibolehkan mengeluarkan zakat dalam bentuk makanan yang sesuai dengan kebutuhan fakir miskin, karena tujuan terbesar dari zakat adalah memenuhi kebutuhan para fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Sehingga, setiap kali zakat yang dikeluarkan lebih dekat dengan kebutuhan orang-orang miskin dan lebih bermanfaat bagi mereka, maka hal itu lebih dapat merealisasikan tujuan zakat dalam Islam. (Fatwa Dar Al-Ifta’ Mesir fatwa nomor 159 tahun 2004). Oleh karena itu, Sahabat Zakat yang budiman, kalau kita perhatikan, para ulama lebih memperhatikan nilai maslahat dan manfaat dalam penyaluran harta zakat, baik itu berbentuk uang maupun barang lainnya yang senilai. Hal tersebut dengan mempertimbangkan dua hal: Pertama, tidak merepotkan orang yang hendak membayar zakat. Kedua, mana yang lebih bermanfaat bagi penerima zakat. Semoga penjelasan yang singkat ini dapat memberikan wawasan dan manfaat bagi kita semua. Wallahu a’lam bishshawwab.          
Selanjutnya