YOGYAKARTA. Siapa yang tidak kenal salak pondoh? Salak yang menjadi primadona buah tangan wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta ini sangat digemari semua orang. Aroma khas dan rasanya yang manis segar tanpa rasa sepet, meski pada buah yang belum cukup masak sekalipun, membuat salak yang banyak tumbuh di lereng Gunung Merapi ini cepat populer semenjak tahun 80-an.
Namun, produksi salak pondoh khususnya di kawasan yang sangat dekat dengan puncak Merapi mengalami penurunan. Pasal, erupsi Merapi yang terjadi setahun yang lalu berdampak pada hancurnya sebagian kebun salak pondoh milik warga, termasuk 25 petani di Dusun Tungggul Arum, Desa Wonokerto, Kecamatan Turi Sleman DIY yang tergabung dalam Kelompok Petani Lestari. Semenjak Oktober lalu, sektor pertanian praktis tidak menghasilkan pendapatan bagi anggota kelompok tersebut. “Penghasilan kita selama ini dari hasil menjadi buruh pasir yang besarnya tidak seberapa,” ujar Poniman (52) salah satu anggota Kelompok Petani (Poktan) Lestari.
Menyadari hal tersebut, Rumah Zakat bekerjasama dengan Majelis Taklim Telkomsel (MTT) menggulirkan program Recovery Pertanian Merapi MTT Telkomsel. Program yang digulirkan sejak Februari 2011 lalu ditujukan untuk mengembalikan potensi pertanian kawasan lereng Merapi paska bencana erupsi Merapi tahun lalu. “Dari hasil survey, kita tetapkan program dilaksanakan di dusun Tungggul Arum, Desa Wonokerto, Kecamatan Turi Sleman,” ujar Didik Agus selaku penanggungjawab pelaksana program. Lanjut menurut Didik, pelaksanaan program disusun secara sistematis dengan melibatkan aparat pemerintahan desa setempat dan gerakan pemuda. “ Program terintergrasi dari mulai survey, koordinasi dengan pihak terkait, seleksi peserta program, pembersihan lahan, pengggarapan lahan, pemberian bantuan bibit, alat pertanian dan pupuk, pendampingan serta pelatihan dan pengayaan peserta program,” terang Didik.
Untuk menambah penghasilan peserta program, Didik menginovasi kebun salak pondoh dengan cara tumpang sari dengan tanaman sayur. “Masa panen salak paska Merapi ini membutuhkan waktu jauh lebih lama dari biasanya, untuk itu sebagai solusi penghasilan dalam jangka pendek kita menerapkan sistem tumpang sari dengan sayuran,” ujar Didik. Tak hanya itu, untuk mempererat kerjasama antar anggota kelompok dan meringankan biaya, pengerjaan lahan dikerjakan secara arisan. Dengan sistem itu, seluruh anggota poktan berkontribusi bagi tiap lahan garapan anggota kelompok.
Selain pembinaan teknis penanaman salak, pembinaan rohani pun diperhatikan dalam program ini. “Kita menghadirkan Dr Nur Pamungkas untuk memberikan materi keagamaan sekaligus menjadi ajang konsultasi usaha dari anggota kelompok tani,“ ungkap Didik. Dr Nur Pamungkas sendiri selain menjadi dosen di berbagai universitas, pengusaha juga merupakan pengasuh talkshow bisnis di Radio MQ FM Yogyakarta. Selain Dr Nur Pamungkas, Margono yang merupakan eksportir salak pondoh turut serta memotivasi usaha anggota kelompok tani ini. Margono menceritakan bahwa potensi salak pondoh masih bagus di masa yang akan datang. Untuk itu ia menyemangati anggota poktan untuk bersungguh-sungguh dalam menggarap lahan salaknya. ***
Newsroom/Muhammad Zahron
Yogyakarta