Pernahkah mendengar perdebatan tentang katak, buaya, kura-kura, atau kepiting, apakah hewan-hewan tersebut halal dikonsumsi atau justru haram
Hewan yang bisa hidup di dua alam, darat dan air, memang sering menimbulkan pertanyaan. Tidak sedikit yang bingung, karena satu sisi hewan laut umumnya halal, tapi di sisi lain hewan darat memiliki syarat tertentu agar bisa dimakan.
Nah, di artikel kali ini Rumah Zakat akan membahasnya secara ringan namun tetap mengacu pada sumber yang terpercaya. Yuk, simak terus!
Landasan Hukum dalam Islam
Sebelum masuk ke pendapat para ulama, ada baiknya menelusuri dulu dasar-dasar hukum dari Al-Qur’an dan hadis. Landasan inilah yang menjadi pijakan dalam menentukan halal atau haramnya binatang dua alam.
Al-Qur’an
Allah SWT berfirman:
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
“Dihalalkan bagi kalian binatang buruan laut dan makanan yang berasal dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atas kalian (menangkap) binatang buruan darat, selama kalian dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya-lah kalian akan dikumpulkan.” (QS. Al-Maidah: 96).
Ayat ini menegaskan bahwa hewan laut halal, sementara hewan darat memiliki aturan khusus. Bagaimana dengan yang hidup di dua alam? Ayat ini belum menjawab secara tegas.
Hadis
Nabi Muhammad SAW bersabda tentang katak:
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِ الضِّفْدَعِ“
“Rasulullah SAW melarang membunuh katak.” (HR. Ahmad).
Hadis ini sering dijadikan dasar bahwa katak bukan hanya haram dimakan, tapi juga tidak boleh dibunuh, karena suaranya dianggap sebagai tasbih.
Prinsip Syariat
Rasulullah SAW juga bersabda:
دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيبُكَ
“Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu.” (HR. Tirmidzi).
Artinya, jika status hukum suatu hewan meragukan, sebaiknya ditinggalkan untuk menghindari terjerumus dalam perkara haram.
Baca Juga: Halal atau Haram? Ketahui Hukum Mengkonsumsi Daging Kuda
Pandangan Empat Mazhab Utama
Perbedaan pendapat ulama sering terjadi dalam hal fiqh, termasuk dalam urusan hewan dua alam. Empat mazhab utama, Maliki, Syafi’i, Hambali, dan Hanafi punya pandangan yang berbeda.
Mazhab | Pendapat tentang Binatang Dua Alam | Catatan |
---|---|---|
Maliki | Membolehkan secara mutlak. Tidak ada dalil tegas yang mengharamkan. | Menganggap binatang dua alam seperti satu alam saja. |
Syafi’i | Haram mengkonsumsi, khususnya kodok dan sebagian hewan dua alam lain. | Dikuatkan oleh pendapat ulama Syafi’i klasik. |
Hambali | Haram kecuali disembelih secara syar’i; kecuali kepiting yang tidak berdarah dihalalkan. | Kepiting dianggap berbeda karena tidak berdarah. |
Hanafi | Haram mengonsumsi binatang hidup di dua alam, karena hewan laut halal hanya ikan. | Lebih ketat dalam pengharaman. |
Menariknya, mazhab Maliki lebih longgar, sementara tiga mazhab lain cenderung melarang. Pertanyaan pun muncul, jadi mana yang lebih kuat? Di sinilah pentingnya bersikap hati-hati dalam memilih pendapat.
Baca Juga: Tahu Kenapa Babi Diharamkan dalam Islam? Berikut Penjelasannya!
Kesimpulan dan Pencerahan
Dari penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa mayoritas ulama berpendapat bahwa hewan yang hidup di dua alam hukumnya haram dimakan, terutama karena faktor syubhat (meragukan), najis, atau menjijikkan.
Meski begitu, Mazhab Maliki memberikan kelonggaran, membolehkan konsumsi hewan dua alam kecuali ada dalil tegas yang melarang.
Namun, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan fatwa bahwa katak haram dikonsumsi, sementara hewan lain seperti kepiting masih ada ruang diskusi dengan catatan syariat.
Lalu, apa sikap terbaik? Prinsip kehati-hatian lebih bijak dipegang, sebagaimana sabda Nabi: “Tinggalkan yang meragukan, ambil yang tidak meragukan.” Artinya, meninggalkan konsumsi hewan dua alam bisa menjadi jalan selamat agar tidak terjerumus ke dalam perkara haram.
Sebagai penutup, mari jadikan pembahasan ini sebagai pengingat bahwa setiap langkah hidup, termasuk dalam memilih makanan, sebaiknya selalu dilandasi dengan takwa.
Dan jangan lupa, salah satu cara menjaga keberkahan hidup adalah dengan menyalurkan sebagian rezeki melalui zakat, sedekah, atau infak bersama Rumah Zakat agar kebaikan terus mengalir hingga akhirat.