Topik tentang bekicot sebagai makanan sering kali menimbulkan rasa penasaran sekaligus perdebatan. Di satu sisi, ada daerah yang menjadikannya sebagai menu tradisional, bahkan dianggap memiliki manfaat kesehatan.
Namun di sisi lain, Islam menaruh perhatian besar pada kehalalan setiap makanan yang masuk ke tubuh. Maka wajar kalau pertanyaan ini muncul, “apakah makan bekicot halal atau haram?”
Perbincangan ini tidak sekadar soal selera atau budaya makan, melainkan juga berkaitan erat dengan hukum syariat. Islam mengatur makanan halal dan haram dengan dasar Al-Qur’an, hadis, dan ijtihad ulama.
Nah, agar lebih jelas, di artikel ini Rumah Zakat akan membahas pandangan para ulama, mazhab fiqih, hingga fatwa resmi yang beredar mengenai bekicot. Yuk, simak!
Kaidah Umum Makanan dalam Islam
Sebelum membahas detail hukum bekicot, ada baiknya kita pahami dulu prinsip umum tentang makanan halal dalam Islam. Prinsip ini ibarat pagar yang menjaga agar seorang muslim tidak salah melangkah dalam memilih makanan.
Dalam syariat, makanan halal harus memenuhi beberapa syarat, diantaranya yaitu halal zatnya (tidak termasuk hewan haram seperti babi, bangkai, darah, atau hewan yang diharamkan), diperoleh dengan cara yang halal, serta tidak membahayakan kesehatan maupun moralitas.
Menariknya, hewan yang dianggap hasyarat, yaitu hewan kecil pengganggu atau kotor, umumnya dilarang dimakan. Mengapa? Karena hewan ini sering masuk kategori najis dan menjijikkan (khabais). Nah, dari sinilah perdebatan soal bekicot mulai muncul.
Baca Juga: Makanan Haram dalam Islam: Dalil, Jenis, Hingga Hikmah Dibaliknya!
Pandangan Mazhab-Mazhab Fiqih
Nah, bagian ini cukup menarik, karena ternyata para ulama tidak satu suara soal bekicot. Ada yang tegas mengharamkan, ada pula yang membolehkan dengan syarat tertentu.
- Mazhab Syafi’i, Hanafi, Hanbali, dan Zhahiri
Mereka sepakat bahwa bekicot termasuk hewan hasyarat dan khabais yang menjijikkan. Karena itu, hukumnya haram dimakan. Pandangan ini sejalan dengan kaidah umum bahwa sesuatu yang dianggap menjijikkan tidak layak dikonsumsi. - Mazhab Maliki
Di sisi lain, Maliki memiliki pandangan lebih longgar. Mereka mengqiyaskan (menganalogikan) bekicot dengan belalang yang halal dimakan. Menurut mazhab ini, selama bermanfaat dan tidak membahayakan, maka hukumnya boleh.
Bagaimana dengan ulama lain? Imam Ibn Hazm dengan tegas menolak, ia menegaskan bahwa bekicot darat tidak halal dimakan. Dengan begitu, bisa kita lihat ada perbedaan warna pendapat di kalangan ulama, meski mayoritas tetap memandang haram.
Fatwa MUI tentang Bekicot
Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi salah satu rujukan utama masyarakat terkait halal-haram makanan. Bagaimana fatwanya tentang bekicot?
Fatwa MUI secara tegas menyatakan bahwa memakan bekicot adalah haram, termasuk membudidayakan dan mengonsumsinya. Pertimbangannya jelas, bekicot masuk kategori hasyarat, menjijikkan, dan lebih banyak mudarat daripada manfaat.
Jadi, bagi masyarakat muslim di Indonesia, sikap ini seharusnya jadi pegangan utama dalam menjaga kehalalan makanan.
Baca Juga: Halal atau Haram? Ketahui Hukum Mengkonsumsi Daging Kuda
Kesimpulan dan Panduan Praktis
Nah, dari pembahasan barusan, jelas terlihat bahwa mayoritas ulama, termasuk Syafi’i, Hanafi, Hanbali, serta Zhahiri menyatakan bekicot haram dimakan. Pandangan ini diperkuat oleh fatwa resmi MUI yang juga menegaskan keharamannya.
Namun, ada satu mazhab, yaitu Maliki, yang memberikan ruang bolehnya makan bekicot dengan syarat tertentu, meski pandangan ini bukan yang dominan.
Lalu bagaimana sikap yang bijak? Umat Islam sebaiknya mengambil jalan yang lebih hati-hati dengan menghindari konsumsi bekicot.
Dengan begitu, kita menjaga kehalalan, kebersihan, dan kesehatan tubuh sesuai tuntunan syariat.
Nah, sekian artikel kali ini. Yuk, ikuti informasi seputar Islam lainnya bersama kami di Rumah Zakat.