Bicara soal poligami selalu menjadi topik yang menarik sekaligus sensitif di tengah masyarakat. Sebagian beranggapan bahwa poligami adalah hak penuh seorang suami, sementara sebagian lain menilai hal itu tidak sejalan dengan nilai keadilan dan kesetaraan.
Lalu, bagaimana sebenarnya hukum poligami dalam Islam? Apakah benar seorang suami bisa menikah lagi sesuka hati?
Poligami dalam Islam bukanlah perkara yang bebas dilakukan tanpa batas. Ada syarat, ketentuan, dan nilai moral yang harus dijaga agar tidak menimbulkan ketidakadilan.
Nah, di artikel kali ini, Rumah Zakat akan membahasnya lebih lanjut, untuk itu, yuk simak terus penjelasannya!
Dalil dan Batasan Hukum Poligami
Sebelum membahas lebih jauh, penting untuk kembali kepada sumber hukum tertinggi dalam Islam, yaitu Al-Qur’an. Dalam Surat An-Nisa ayat 3, Allah SWT berfirman:
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً
“Maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja.” (QS. An-Nisa: 3)
Ayat ini menjadi dasar utama hukum poligami. Islam memperbolehkan seorang laki-laki menikahi hingga empat istri, dengan syarat utama: mampu berlaku adil.
Artinya, keadilan bukan hanya dalam hal materi, tetapi juga perasaan, perhatian, dan waktu. Jika khawatir tidak mampu adil, maka satu istri saja adalah yang terbaik.
Rasulullah SAW pun menegaskan batasan ini dalam praktiknya. Beliau tidak membolehkan seorang pria memiliki lebih dari empat istri sekaligus.
Bahkan beberapa sahabat yang memiliki lebih dari empat istri sebelum Islam disyariatkan, diminta untuk memilih hanya empat di antaranya. Hal ini menunjukkan bahwa poligami adalah kebolehan yang dibatasi, bukan kebebasan tanpa batas.
Baca Juga: Apakah Pernikahan Tanpa Kejujuran Bisa Bahagia? Pelajaran dari Fenomena Lavender Marriage
Mengapa Suami Tidak Bebas Menikah Lagi?
Sebagian orang mungkin bertanya, “Jika Islam memperbolehkan, mengapa tidak semua pria bisa berpoligami dengan mudah?” Jawabannya terletak pada masalah tanggung jawab dan keadilan itu sendiri. Poligami memang diperbolehkan, tapi tidak untuk semua orang.
Dalam pandangan syariat, suami yang ingin menikah lagi harus memenuhi dua hal utama: keadilan dan kemampuan.
- Keadilan, mencakup aspek lahir dan batin. Tidak boleh ada istri yang merasa terabaikan atau diperlakukan tidak setara.
- Kemampuan, meliputi kemampuan finansial, emosional, dan spiritual. Jika tidak mampu menafkahi dua keluarga sekaligus dengan layak, poligami justru menjadi beban dan dosa.
Di Indonesia, hukum positif pun sejalan dengan prinsip ini. Poligami tidak bisa dilakukan begitu saja tanpa izin. Umumnya diperlukan izin dari istri pertama dan izin pengadilan agama dengan alasan yang sah, seperti:
- Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri
- Istri mengalami cacat atau sakit permanen
- Istri tidak bisa melahirkan keturunan
Semua ini menjadi mekanisme kontrol agar poligami tidak disalahgunakan sebagai pelarian atau pembenaran atas keinginan pribadi semata.
Syarat Tambahan dan Tanggung Jawab Sosial
Setelah mengetahui dasar hukumnya, mari lihat lebih dalam: apa saja syarat tambahan yang harus dimiliki seorang suami sebelum memutuskan berpoligami?
- Akhlak Mulia
Poligami bukan hanya soal memperluas tanggung jawab, tetapi juga memperluas amanah. Suami yang berakhlak buruk akan mudah menimbulkan kesedihan di antara istri-istrinya. - Kemampuan Finansial
Menafkahi satu keluarga saja tidak mudah, apalagi dua, tiga, atau empat. Maka, poligami tanpa kesiapan ekonomi adalah bentuk ketidakadilan. - Keseimbangan Emosional
Setiap rumah tangga memiliki dinamika berbeda. Suami harus mampu menjaga perasaan semua pihak agar tidak ada yang merasa tersisih. - Keadilan dalam Waktu dan Perhatian
Islam menilai keadilan tidak hanya dalam pemberian materi, tapi juga dalam kasih sayang dan waktu kebersamaan.
Poligami tanpa memenuhi syarat-syarat ini justru melahirkan masalah baru. Karena pada hakikatnya, tujuan pernikahan dalam Islam adalah menciptakan sakinah, mawaddah, dan rahmah, ketenangan, kasih, dan rahmat. Bukan pertengkaran dan iri hati.
Solusi: Membangun Sakinah dengan Satu Istri
Jika keadilan menjadi syarat utama, lalu bagaimana jika suami merasa tidak mampu adil? Jawabannya jelas: cukup satu istri saja.
Islam bukan hanya memperbolehkan poligami, tetapi juga menekankan pentingnya keseimbangan dan kedamaian rumah tangga.
Ketenangan rumah tangga sering kali lahir dari hubungan yang fokus, saling memahami, dan saling berkomitmen dalam satu ikatan. Banyak ulama menilai bahwa menjaga keharmonisan dengan satu istri adalah bentuk keadilan terbaik bagi diri sendiri dan keluarga.
Kehidupan Rasulullah SAW pun memberikan teladan sempurna. Beliau menikah dengan lebih dari satu istri karena alasan dakwah dan sosial, bukan hawa nafsu.
Beliau memperlakukan semua istrinya dengan sangat adil dan penuh kasih sayang. Itu sebabnya, poligami dalam Islam bukan untuk mencari variasi, tapi untuk menjalankan tanggung jawab yang lebih luas secara bijak.
Baca Juga: Pahala Menikahi Janda dalam Islam: Benarkah Lebih Besar?
Kesimpulan
Jadi, poligami dalam Islam memang dibolehkan, namun bukan berarti bebas dilakukan tanpa batas. Hukum Islam membatasi maksimal empat istri dan mewajibkan keadilan sebagai syarat mutlak. Jika tidak mampu adil, maka menikah satu istri adalah pilihan yang lebih baik dan sesuai dengan prinsip keadilan.
Poligami bukan sekadar hak, tetapi juga amanah besar yang menuntut kesabaran, kedewasaan, dan tanggung jawab penuh. Pada akhirnya, tujuan pernikahan adalah menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, bukan menambah luka dengan alasan “boleh” tanpa memahami maknanya.
Dan sebagai bentuk refleksi dari nilai keadilan dan kasih sayang dalam rumah tangga, mari terus menebar kebaikan dengan berbagi melalui Rumah Zakat. Karena berbagi kebahagiaan, juga merupakan cara indah untuk menumbuhkan cinta dan keberkahan di kehidupan ini.

