ADAKAH LARANGAN BERUTANG DALAM ISLAM? - Rumah Zakat
Rumah Zakat

ADAKAH LARANGAN BERUTANG DALAM ISLAM?

Oleh Eka Purwitasari | 6/29/2023, 7:46:18 AM | Inspirasi

facebook
facebook
facebook
facebook
tiktok

Islam telah mengatur segala aspek kehidupan manusia. Aturan itu mencakup kehidupan secara menyeluruh dan spesifik. Bahkan, aturan itu berlaku mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Tentu saja adanya aturan ini pasti ada hikmah dan nilai baiknya untuk kita.

Kita harus meyakini bahwa aturan dari Allah Swt. melalui ayat-ayat suci Al-Qur’an dan ajaran dari Nabi Muhammad Saw. pasti ada kebaikannya bagi kehidupan kita. Aturan tersebut bukan untuk mengekang dan melemahkan kita, melainkan untuk melindungi kita. Aturan ini pun bisa menjaga kita agar tetap dalam kehidupan yang tertata serta sesuai fitrahnya.  Dan salah satu hal yang diatur dalam Islam adalah perihal utang-piutang.

Utang sendiri dalam Islam disebut juga sebagai Al-Qardh. Maknanya berarti memberikan pinjaman harta dengan dasar rasa kasih sayang kepada mereka yang membutuhkan untuk dimanfaatkan dengan baik, kemudian harta tersebut suatu saat nanti akan dikembalikan kepada yang memberi pinjaman.

Baca Juga: Apakah Boleh Kurban Secara Online?

Sebenarnya, tidak ada larangan berutang dalam Islam, karena Rasulullah Saw. pun pernah berutang Selama berutang itu bukan karena untuk hal-hal yang tidak penting, maka sebenarnya diperbolehkan untuk berutang. Tentu saja setiap muslim jangan membudayakan diri untuk mudah berutang dalam hal apapun, apalagi demi gaya hidup. Setiap muslim harus belajar beikhtiar sendiri (misalnya dengan menabung) agar tidak terpaksa berutang. Tentunya ilmu manajemen keuangan perlu dipahami oleh setiap muslim agar tidak mudah berutang.

Jika terpaksa harus berutang, kita harus menerapkan adab-adab berutang yang harus dijaga. Apa sajakah adab-adabnya? Berikut penjelasannya!

1. Pemberi pinjaman tidak memberikan utang dengan bunga

Mengapa tidak boleh memberikan pinjaman utang dengan bunga? Karena jatuhnya menjadi riba. Sementara riba sendiri hukukmnya haram dan dilarang dalam agama Islam.

“Rasulullah Saw. telah melaknat pemakan riba, yang memberi riba, penulisnya dan dua saksinya,” dan beliau bersabda, “mereka semua sama.” (H.R. Muslim)

2. Pemberi pinjaman hanya memberikan pinjaman pada kebutuhan dasar hidup

Maksudnya, ada baiknya pemberi pinjaman tidak memberi pinjaman untuk kebutuhan tersier yang berkaitan dengan gaya hidup. Namun, bisa beri pinjaman terkait kebutuhan dasar atau primer yang apabila tidak terpenuhi akan berpengaruh pada kelangsungan hidup peminjam. Menghindari memberi pinjaman hal-hal yang tidak penting/tersier agar tidak menjadi budaya boros.

Baca Juga: Inilah Bahayanya Membungkus Daging Kurban dengan Kresek Hitam

3. Berusaha keras untuk melunasi utang

Peminjam harus berikhtiar semaksimal mungkin agar utangnya bisa lekas lunas. Jangan menunda-nunda atau bahkan melupakan utang. Karena perkara utang ini termasuk perkara berat yang bisa dibawa hingga akhirat. Jadi, berusahalah dengan keras untuk melunasi utang

Rasulullah Saw., bersabda, “Penundaan pembayaran utang bagi orang yang mampu adalah sebuah kezaliman,” (H.R. Bukhari).

4. Tidak balas memarahi pemberi utang

Apabila misalnya pemberi utang saat menagih utang memarahi orang yang berutang, maka yang berutang tidak boleh balas memarahi sang pemberi utang. Termasuk juga bagi yang berutang, ia pun tidak boleh memarahi dan berakhlak buruk kepada pemberi utang.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, seorang lelaki datang kepada Nabi Saw. untuk menagih utang, lalu ia bersikap kasar sehingga sebagian sahabat hendak memukulnya, lalu Rasulullah Saw. bersabda, “Biarkanlah ia, karena sesungguhnya pemilik hak memiliki hak untuk berkata-kata.” Kemudian beliau melanjutkannya, “Berikan kepadanya seekor unta yang umurnya sama dengan unta miliknya.” Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, kami tidak menemukan kecuali yang lebih besar darinya.” Beliau bersabda, “Berikan kepadanya, karena sebaik-baik kalian adalah orang yang terbaik dalam membayar utang.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Baca Juga: Apakah Utang Semasa Hidup Dibawa mati?

5. Melebihkan nominal utang

Melebihkan di sini bukan berarti riba. Melainkan memberi sebagai ucapan terima kasih karena telah membantu memberikan pinjaman uang. Melebihkan nominal uang bisa juga dalam bentuk uang, makanan, barang, atau sejenisnya. Melebihkan ini boleh dilakukan apabila pemberi utang rida menerimanya. Jika ia menolak lebih baik tidak usah.

Jabir ra, menuturkan, “Nabi Saw., berutang kepadaku, lalu ia melunasinya dan memberikan tambahan kepadaku.” (H.R. Muslim).

6. Mendoakan orang yang memberikan utang

Adab selanjutnya adalah mendoakan pemberi utang. Doakan hal-hal yang baik bagi pemberi utang karena ia telah menolong ketika dilanda kesulitan.

Abdullah bin Abi Rabi’ah ra. menuturkan, ketika berangkat Perang Hunain, Nabi Saw. berutang kepadanya tiga puluh atau empat puluh ribu. Ketika tiba di Madinah, beliau membayar utangnya seraya bersabda kepadanya, “Semoga Allah melimpahkan berkah untukmu pada keluarga dan harta kekayaanmu. Sesungguhnya balasan utang adalah kesetiaan dan pujian.” (H.R. Ibnu Majah).


Selanjutnya