Menjelang akhir tahun, suasana kebersamaan sering terasa lebih hangat. Lampu-lampu perayaan, ucapan sukacita, dan interaksi sosial lintas agama menjadi hal yang hampir tak terpisahkan dari kehidupan bermasyarakat.
Di titik inilah muncul pertanyaan yang cukup sering terlintas hati, bagaimana sikap seorang Muslim saat saudara non-Muslim merayakan Natal? Nah, di artikel ini, Rumah Zakat membahasnya. Yuk, simak!
Hukum: Prinsip Toleransi dan Batasan Akidah
Sebelum masuk pada ragam pandangan, ada satu hal penting yang perlu dipahami: Islam sangat menjunjung tinggi toleransi, namun tetap memiliki batas yang jelas dalam perkara akidah.
Dalam isu ucapan selamat Natal, para ulama membaginya ke dalam dua pendapat utama:
- Boleh dengan syarat, yakni tidak disertai pengakuan terhadap keyakinan agama lain dan tidak ikut dalam ritual ibadah mereka.
- Tidak boleh, karena ucapan tersebut dianggap mengandung unsur pembenaran terhadap akidah non-Muslim, khususnya terkait keyakinan ketuhanan Isa Al-Masih.
Perbedaan ini menunjukkan bahwa persoalan tersebut bukan perkara hitam-putih, melainkan wilayah ijtihadiyah yang perlu disikapi dengan ilmu dan kehati-hatian.
Baca Juga: Doa untuk Non Muslim: Bolehkah dalam Islam? Ini Penjelasannya
Pandangan Para Ulama
Untuk memahami perbedaan tersebut, penting menengok pendapat para ulama yang kompeten di bidangnya.
Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi berpendapat bahwa mengucapkan selamat Natal dibolehkan sebagai bentuk muamalah sosial, khususnya kepada non-Muslim yang hidup berdampingan secara damai, selama tidak terlibat dalam ritual ibadah mereka.
Sebaliknya, Syaikh Muhammad Ibn Shalih Al-Utsaimin dengan tegas melarang ucapan tersebut karena dinilai menyerupai perayaan agama lain dan berpotensi mengaburkan batas akidah. Dua pandangan ini memperlihatkan bahwa kehati-hatian dalam menjaga iman tetap menjadi titik tekan utama.
Tips Mengambil Sikap yang Syar’i dan Santun
Lalu, bagaimana sikap paling aman dan tetap beradab? Di sinilah kebijaksanaan sangat dibutuhkan.
Beberapa ulama menganjurkan untuk memilih ucapan yang bersifat umum dan netral, seperti doa kebaikan, kesehatan, atau harapan hidup damai, tanpa menyebutkan perayaan keagamaan tertentu.
Jika muncul keraguan, bersikap menahan diri justru dinilai lebih menenangkan hati. Bukankah menjaga akidah sekaligus hubungan sosial adalah bentuk keseimbangan yang diajarkan Islam?
Keutamaan Menjaga Ukhuwah Insaniyah (Persaudaraan Kemanusiaan)
Islam tidak mengajarkan sikap yang secara langsung memutus hubungan kemanusiaan. Sebaliknya, akhlak mulia justru menjadi jembatan dakwah yang paling lembut.
Allah SWT berfirman:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ
“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama.”
(QS. Al-Mumtahanah: 8)
Ayat ini menjadi pengingat bahwa kebaikan dan keadilan adalah nilai universal dalam Islam, selama tidak melanggar prinsip keyakinan.
Baca Juga: Bolehkah Seorang Muslim Menerima Hadiah Natal?
Kesimpulan
Jadi, mengucapkan selamat Natal kepada non-Muslim merupakan persoalan khilafiyah yang perlu disikapi dengan ilmu, adab, dan kehati-hatian. Menjaga akidah tetap menjadi prioritas, tanpa harus mengorbankan akhlak dan hubungan kemanusiaan.
Sebagai wujud kepedulian yang lebih luas, menyalurkan zakat, sedekah, atau donasi melalui Rumah Zakat dapat menjadi cara nyata berbagi kebaikan lintas batas, tanpa melanggar nilai-nilai yang diyakini.

