Jangan Asal Bagikan! Ketahui Golongan yang Berhak Menerima Daging Kurban

oleh | Jun 3, 2025 | Inspirasi

Saat hari raya Idul Adha tiba, aroma daging segar menyebar dari rumah ke rumah, dan semua orang bersuka cita.

Tapi, di balik keriuhan itu, ada satu hal penting yang kerap luput dari perhatian, yakni tentang siapa saja yang seharusnya menerima daging kurban?

Ini bukan sekadar soal bagi-bagi, tapi menyangkut inti ibadah itu sendiri. Karena pada dasarnya, kurban bukan hanya soal menyembelih hewan, melainkan juga soal menyampaikan amanah dengan tepat sasaran.

Maka dari itu, penting untuk memahami siapa yang layak menerima daging kurban. Nah, Rumah Zakat akan membahas hal ini lebih lanjut. Yuk, simak terus!

Kenapa Penting untuk Mengetahui Orang yang Berhak Menerima Daging Kurban?

Sebelum membahas lebih dalam tentang golongan penerima, mari pahami dulu alasan utama kenapa pemahaman ini tidak boleh disepelekan.

Ketika hewan kurban disembelih, itu adalah momen pengorbanan. Tapi ketika dagingnya dibagikan, itu adalah momen penyebaran kebaikan.

Tujuannya bukan cuma memperingati ketakwaan Nabi Ibrahim, tapi juga menciptakan rasa saling peduli di antara sesama.

Dengan tahu siapa yang benar-benar layak menerima, maka nilai sosial dan spiritual dari kurban bisa benar-benar terasa dan membumi.

Selain itu, pembagian yang tepat juga bisa mencegah kekeliruan. Jangan sampai daging malah jatuh ke tangan yang sebenarnya tidak tepat, sementara di sudut lain ada yang benar-benar membutuhkan.

Golongan yang Berhak Menerima Daging Kurban

Nah, berikut ini adalah beberapa golongan yang menurut syariat Islam berhak menerima daging kurban. Yuk, simak satu per satu agar tidak salah.

1. Fakir dan Miskin

Golongan pertama dan paling utama tentu saja fakir dan miskin. Mereka yang hidup serba kekurangan, tak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari, bahkan terkadang tak tahu harus makan apa esok hari.

Memberikan daging kurban kepada mereka adalah bentuk nyata kasih sayang dan solidaritas antar sesama.

Bahkan, inilah esensi sosial dari ibadah kurban itu sendiri. Ketika mereka yang kekurangan bisa menikmati hidangan lezat dari daging kurban, saat itu pula terjalin rasa empati.

2. Shohibul Kurban (Orang yang Berkurban)

Menariknya, yang berkurban juga berhak mengambil bagian dari daging tersebut. Tapi tentu dengan batasan, hanya sepertiga bagian.

Ini bukan sekadar hak, tapi juga bentuk rasa syukur atas rezeki yang telah diberikan dan kesediaan untuk berbagi dengan sesama.

Bagian ini bisa dinikmati bersama keluarga di rumah, disajikan dengan menu favorit, sambil merenungi betapa indahnya berbagi.

Tapi jangan lupa, niat utamanya tetap untuk ibadah, jadi jangan sampai porsi pribadi malah lebih banyak dari bagian yang seharusnya dibagikan.

4. Kerabat, Tetangga, dan Teman

Momen Idul Adha juga bisa jadi ajang mempererat hubungan sosial. Maka daging kurban boleh dibagikan kepada kerabat, tetangga, atau teman, baik yang miskin maupun yang berkecukupan.

Ini bukan hanya soal sedekah, tapi juga bentuk menjaga jalinan silaturahmi.

Kadang, satu potong daging yang diberikan dengan tulus bisa mencairkan hubungan yang sempat renggang.

Apalagi jika sambil tersenyum dan saling mendoakan, suasana hari raya pun makin terasa hangat dan bermakna.

5. Musafir yang Kehabisan Bekal

Ada kalanya seseorang sedang dalam perjalanan jauh, lalu kehabisan bekal dan tak tahu harus makan di mana.

Nah, meskipun di tempat asalnya ia tergolong mampu, tapi karena kondisi musafir yang darurat, ia berhak menerima daging kurban.

Ini bukti bahwa Islam sangat memperhatikan kondisi individu, bukan sekadar status ekonomi semata.

Maka, jika bertemu musafir yang tampak kesulitan saat momen kurban, jangan ragu untuk menyodorkan bantuan dalam bentuk daging.

6. Orang yang Meminta-minta

Meski tidak semua pengemis benar-benar membutuhkan, dalam praktiknya, mereka tetap termasuk dalam golongan yang boleh menerima.

Selama diyakini bahwa mereka benar-benar memerlukan, maka daging kurban bisa jadi bentuk kebaikan yang menyentuh langsung kehidupan mereka.

Namun, penting untuk tetap bijak. Amati dengan hati, timbang dengan akal, dan niatkan dengan tulus.

Karena memberi bukan hanya soal tangan yang terbuka, tapi juga hati yang terhubung.

7. Amil atau Panitia Kurban

Bagi yang terlibat langsung dalam proses penyembelihan, ada pendapat dari sebagian ulama yang membolehkan mereka menerima daging kurban, khususnya jika mereka bekerja tanpa upah.

Ini sebagai bentuk penghargaan atas tenaga dan waktu yang telah dicurahkan.

Tentu, dengan catatan bahwa pemberian ini bukan dalam bentuk upah langsung dari hasil kurban, melainkan hadiah yang layak mereka terima atas peran aktif dalam mempermudah pelaksanaan ibadah kurban.

Baca Juga: Tips Memilih Hewan Kurban yang Sehat Sesuai Syariat Islam

Batasan dan Hal Penting dalam Pembagian Daging Kurban

Sebelum mengemas dan membagikan, ada beberapa batasan penting yang sebaiknya dipahami agar tidak salah langkah. Yuk, simak poin-poinnya!

1. Proporsi Pembagian

Biasanya, daging kurban dibagi menjadi tiga bagian. Ini sebagai panduan agar distribusi lebih adil dan sesuai syariat:

  • Sepertiga untuk shohibul kurban dan keluarganya.
  • Sepertiga untuk fakir miskin.
  • Sepertiga lagi untuk hadiah kepada kerabat, tetangga, atau teman.

Dengan pola pembagian seperti ini, semua pihak bisa mendapatkan manfaat. Tidak hanya ibadah yang terpenuhi, tetapi juga sisi sosial dan kekeluargaan yang semakin erat.

2. Tidak Boleh Diperjualbelikan

Satu hal yang sering kali dilupakan adalah larangan menjual bagian apa pun dari hewan kurban.

Baik itu daging, kulit, maupun bagian lainnya, semuanya harus digunakan dengan niat ibadah atau kebaikan, bukan untuk mencari keuntungan.

Kalau ada yang menerima daging lalu dijual kembali, maka nilai ibadahnya pun bisa berkurang, bahkan bisa menjadi tidak sah.

Maka dari itu, pastikan semua yang menerima paham aturan ini agar keberkahan tetap terjaga.

3. Boleh Diberikan kepada Non-Muslim

Meski kurban adalah ibadah umat Islam, dalam beberapa pendapat disebutkan bahwa dagingnya boleh diberikan kepada tetangga non-Muslim.

Tujuannya bukan hanya berbagi makanan, tapi juga menjalin kedamaian dan memperkuat hubungan antarumat beragama.

Tentu, selama tidak ada larangan syariat yang jelas di lingkungan setempat, hal ini bisa menjadi langkah kecil tapi bermakna besar dalam membangun toleransi yang indah.

4. Prioritaskan yang Membutuhkan

Boleh berbagi ke siapa saja, tapi jangan sampai lupa prioritas utama tetaplah mereka yang benar-benar membutuhkan.

Jangan biarkan mereka yang lapar hanya bisa mencium aroma tanpa mencicipi isi piring.

Ini soal kepekaan hati. Karena sejatinya, kurban bukan hanya tentang pisau yang menyembelih, tapi juga empati yang menyentuh.

5. Kurban Wajib dan Sunnah

Satu hal penting yang juga perlu dicatat adalah beda perlakuan antara kurban wajib (nadzar) dan sunnah.

Pada kurban nadzar, shohibul kurban tidak boleh mengambil bagian sedikit pun.

Sementara pada kurban sunnah, boleh saja mengambil asal tidak melebihi sepertiga dan tetap mendahulukan mereka yang membutuhkan.

Dengan memahami perbedaan ini, maka tidak akan terjadi kesalahan dalam niat dan praktik. Ibadah tetap sah, dan keberkahannya pun tetap mengalir.

Kesimpulan

JAdi, membagikan daging kurban memang terlihat sederhana, tapi di baliknya ada tanggung jawab besar.

Ketepatan dalam pembagian bukan hanya memperkuat dampak sosialnya, tapi juga menjaga nilai ibadah agar tidak ternoda.

Selalu utamakan fakir miskin, jangan lupakan hak shohibul kurban, dan jadikan momen ini sebagai sarana mempererat silaturahmi.

Dengan niat yang benar dan pelaksanaan yang tepat, kurban bisa jadi jembatan menuju keberkahan dunia dan akhirat.

Ingin kurban lebih amanah dan tepat sasaran? Rumah Zakat siap membantu mewujudkan niat baik menjadi berkah yang lebih luas.

Kalkulator Zakat

Hitung zakat Anda secara akurat dengan kalkulator zakat kami

Donatur Care

Silakan cek riwayat donasi Anda disini

Link Terkait