Setiap malam pergantian tahun, suasana kota berubah drastis. Kembang api menyala, pesta digelar, tempat hiburan penuh, dan pengeluaran meningkat tajam hanya dalam hitungan jam. Malam tahun baru seolah menjadi “izin sosial” untuk bersenang-senang tanpa batas, meski esok harinya tidak sedikit yang menyisakan penyesalan.
Fenomena ini bukan sekadar tradisi, tetapi telah berkembang menjadi budaya hura-hura. Bukan hanya soal merayakan, melainkan bagaimana malam tahun baru sering diidentikkan dengan pemborosan, pesta berlebihan, dan kesenangan sesaat yang minim makna. Di titik ini, Islam hadir bukan untuk mematikan rasa bahagia, tetapi untuk meluruskannya.
Nah, di artikel ini, Rumah Zakat akan menelaah budaya hura-hura di malam tahun baru dari sudut pandang Islam, agar pergantian tahun tidak hanya meriah, tetapi juga bernilai dan membawa kebaikan.
Pandangan Islam tentang Hura-Hura
Untuk memahami sikap Islam terhadap hura-hura malam tahun baru, perlu melihat bagaimana Al-Qur’an memandang pemborosan dan gaya hidup berlebihan.
Hura-hura dalam Islam dikenal dengan istilah tabdzir, yaitu menghamburkan harta untuk hal yang tidak bermanfaat. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Isra: 26–27:
وَآتِ ذَا الْقُرْبَىٰ حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.“
Ayat ini sangat relevan dengan realitas malam tahun baru. Ketika harta dihabiskan untuk pesta, minuman, kembang api, atau hiburan yang berakhir dalam semalam, sementara kewajiban sosial terabaikan, di situlah tabdzir terjadi. Masalahnya bukan pada perayaannya, tetapi pada arah dan dampaknya.
Ulama seperti Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa menikmati rezeki secara wajar, seperti makan bersama keluarga atau berbagi kebahagiaan, termasuk hal yang dibolehkan. Namun ketika malam tahun baru dijadikan ajang foya-foya, pamer gengsi, bahkan diiringi maksiat, maka perilaku tersebut menyerupai tabiat setan yang disebutkan dalam ayat.
Baca Juga: Tradisi Tahun Baru Islam di Berbagai Negara
Batasan: Nikmat vs Israf
Agar tidak terjebak dalam hura-hura malam tahun baru, Islam memberikan batas yang jelas antara menikmati nikmat dan terjerumus dalam israf.
- Nikmat Halal
Menghabiskan malam tahun baru dengan kebersamaan keluarga, makan sederhana, refleksi diri, atau membeli kebutuhan yang menunjang produktivitas adalah bentuk menikmati nikmat yang dibolehkan. Hiburan secukupnya tetap sah selama tidak melalaikan kewajiban. - Israf Haram
Mengeluarkan uang besar demi pesta semalam, berutang hanya untuk gaya hidup, lupa menunaikan zakat maal 2,5%, atau membuang makanan saat banyak saudara kekurangan, inilah bentuk israf yang dilarang.
Sebagai gambaran, liburan senilai Rp10 juta di akhir tahun bisa saja dibolehkan jika kondisi keuangan aman dan kewajiban telah ditunaikan. Namun jika harus mencicil demi mengikuti euforia malam tahun baru, maka esensinya telah bergeser dari syukur menjadi beban.
Alternatif Islami Akhir Tahun yang Bermanfaat
Jika hura-hura malam tahun baru membawa lebih banyak mudarat, Islam selalu menawarkan jalan yang lebih menenangkan dan berdampak panjang.
Alih-alih pesta semalam, akhir tahun dapat diisi dengan amal jariyah melalui Rumah Zakat:
- Menutup tahun dengan menghitung dan menunaikan zakat melalui kalkulator zakat online, lalu menyalurkannya ke program Ekonomi Berdaya atau Desa Berdaya.
- Mengikuti Desaku Berqurban, membantu yatim dan masyarakat desa terpencil agar turut merasakan kebahagiaan.
- Terlibat sebagai relawan pendidikan atau kesehatan, serta memantau dampak donasi secara transparan melalui ZReport.
Mana yang lebih menenangkan hati: euforia tengah malam atau doa dari mereka yang terbantu? Jawabannya sering terasa tanpa perlu banyak kata.
Baca Juga: Wajib Tahu! Panduan Lengkap Zakat Tabungan Akhir Tahun
Kesimpulan
Jadi, budaya hura-hura di malam tahun baru, jika dibiarkan tanpa batas, mudah menyeret pada tabdzir dan israf yang dilarang dalam Islam. Islam tidak melarang kegembiraan, tetapi menuntun agar setiap nikmat digunakan secara bertanggung jawab dan bernilai ibadah.
Dengan mengganti hura-hura malam tahun baru menjadi momen yang lebih bermanfaat, akhir tahun dapat menjadi titik awal kebaikan yang berkelanjutan. Menyalurkan zakat, sedekah, dan infak melalui Rumah Zakat adalah salah satu cara menjadikan pergantian tahun bukan sekadar perayaan, melainkan jalan berbagi dan menebar manfaat.

