Musik dalam Islam: Apa yang Boleh, Apa yang Perlu Dihindari?

oleh | Des 5, 2025 | Inspirasi

Ada satu hal menarik saat membahas musik, hampir semua orang pernah merasakan bagaimana sebuah lagu bisa mempengaruhi perasaan. Ada yang membuat semangat, ada yang menenangkan, bahkan ada yang justru mendorong pada arah yang kurang tepat.

Dalam perspektif Islam, pengaruh inilah yang kemudian memunculkan perbedaan pandangan di kalangan ulama.

Sebagian ulama bersikap tegas karena khawatir musik membawa kelalaian. Sebagian lain melihatnya lebih fleksibel selama tidak menabrak syariat. Perbedaan ini membuat banyak orang bertanya-tanya, “Sebenarnya bagaimana Islam memandang musik?”

Nah, di artikel ini Rumah Zakat akan membahasnya lebih lanjut. Yuk, simak terus!

Hukum dan Pandangan Ulama

Sebelum masuk ke detail hukumnya, ada baiknya memahami bahwa perbedaan pendapat para ulama bukanlah hal baru dalam kajian fiqih. Setiap pendapat berdiri di atas dalil, konteks, dan kekhawatiran yang berbeda.

Sebagian besar ulama seperti Imam Syafi’i, Imam Malik, Abu Hanifah, dan Ibn Baz memandang musik termasuk hal yang dilarang. Salah satu dalil yang sering dikutip adalah hadits yang menyamakan alat musik dengan zina dan khamr. Mereka juga menghubungkannya dengan ayat berikut:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ

“Dan di antara manusia ada yang membeli perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan dari jalan Allah…” (QS. Luqman: 6)

Namun, ada pula ulama yang memberikan pandangan lebih longgar seperti Al-Ghazali, Ibn Hazm, dan sejumlah tokoh Muhammadiyah. Bahkan di kalangan NU, sikapnya lebih menekankan pada konten dan dampak, bukan alat musiknya. Jika musik membawa manfaat, mengajak pada kebaikan, atau tidak menimbulkan maksiat, maka hukumnya mubah.

Jadi, perbedaan pendapat ini muncul karena cara memahami dalil yang berbeda, bukan karena salah satu kelompok meremehkan agama.

Baca Juga: 3 Pelajaran Hidup dari Film Sore

Kategori yang Diperbolehkan

Beberapa jenis yang diperbolehkan dalam Islam antara lain:

  • Nasyd atau Nyanyian Bernuansa Islami
    Biasanya tidak memakai alat musik berat dan berisi pesan iman, taubat, atau pengingat akhirat. Para ulama yang membolehkan menganggap jenis ini bisa menjadi sarana dakwah.

  • Rebana (Duff) pada Acara Tertentu
    Misalnya pernikahan, hari raya, atau momen syar’i lainnya. Selama liriknya baik dan tidak ada unsur berlebihan, rebana menjadi pengecualian yang disepakati banyak ulama.

  • Musik Hiburan Ringan yang Tidak Melalaikan
    Pandangan ini diwakili tokoh seperti KH Ahmad Dahlan, yang menilai musik netral dapat diterima selama tidak mengganggu kewajiban ibadah atau mendorong pada perbuatan buruk.

Kategori yang Perlu Dihindari

Nah, berikut ini beberapa jenis yang perlu untuk dihindari, diantaranya yakni:

  • Musik dengan Lirik Maksiat
    Misalnya yang berisi ajakan zina, minuman keras, atau konten cabul. Lirik seperti ini secara jelas bertentangan dengan nilai Islam.

  • Alat Musik yang Memicu Kelalaian
    Sebagian ulama mengategorikan gitar, seruling, dan alat tertentu sebagai “alat yang menyeret pada kelalaian”. Tidak semua sepakat, namun poinnya ada pada dampaknya.

  • Mendengarkan Secara Berlebihan
    Walaupun liriknya baik, jika membuat seseorang lalai dari dzikir, Al-Qur’an, atau kewajiban lainnya, maka hukumnya berubah menjadi terlarang.

Baca Juga: Bahaya Lisan Tak Terjaga, Pelajaran Berharga dari Islam

Prinsip Moderasi dan Sikap Seorang Muslim

Dalam perkara yang diperselisihkan para ulama, prinsip terbaik adalah moderasi (wasathiyah). Caranya? Dengan bertanya pada diri sendiri: “Apakah musik ini mendekatkan pada Allah atau menjauhkan?”

Jika musik mendorong kebaikan, tidak melalaikan, dan tidak membuka pintu maksiat, maka mayoritas pendapat yang longgar bisa diikuti. Namun jika menimbulkan keraguan, lebih aman meninggalkannya. Rasulullah SAW mengingatkan:

“Tinggalkan hal yang meragukan menuju hal yang tidak meragukan.” (HR. Tirmidzi)

Pada akhirnya, suara Al-Qur’an tetap menjadi yang utama. Ulama bahkan menganjurkan mengganti musik yang buruk dengan lantunan yang bermanfaat agar hati tetap lembut.

Kesimpulan

Jadi, pembahasan tentang musik dalam Islam bukan sekadar soal boleh atau tidak, tetapi juga soal pengaruh terhadap hati. Ulama yang melarang musik ingin menjaga umat dari kelalaian. Sementara ulama yang membolehkan lebih fokus pada isi dan manfaatnya. Dua-duanya punya tujuan yang sama, yaitu menjaga umat dari kemungkaran.

Pilihan akhirnya kembali pada masing-masing. Jika musik membawa ketenangan tanpa melalaikan, sebagian ulama membolehkannya. Jika memicu hal buruk atau membuka pintu maksiat, maka sebaiknya dijauhi. Yang penting, suara Al-Qur’an tetap menjadi lantunan terbaik dalam keseharian.

Sebagai penutup, semoga pembahasan ini menjadi pengingat agar hati selalu condong pada kebaikan. Dan bila ingin menyalurkan kebaikan itu menjadi lebih luas, selalu ada jalan melalui donasi atau sedekah di Rumah Zakat yang menjadi jembatan bagi banyak orang yang membutuhkan.

Kalkulator Zakat

Hitung zakat Anda secara akurat dengan kalkulator zakat kami

Donatur Care

Silakan cek riwayat donasi Anda disini

Link Terkait