Poligami dalam Islam: Antara Syariat, Cinta, dan Tanggung Jawab

oleh | Agu 3, 2025 | Inspirasi

Topik poligami selalu menarik perhatian. Di satu sisi, ia menjadi bagian dari syariat yang sah. Di sisi lain, realitas sosial memunculkan berbagai dinamika yang membuatnya tidak sesederhana mengucapkan akad kedua.

Lalu, seperti apa sebenarnya pandangan Islam tentang poligami? Dan bagaimana aplikasinya di zaman sekarang? Nah, di artikel ini, Rumah Zakat membahas lebih lanjut. Yuk, simak terus!

Dasar Hukum Poligami dalam Al-Qur’an dan Sunnah

Untuk memahami hukum poligami, mari mulai dari sumber hukumnya langsung, Al-Qur’an. Islam tidak pernah memerintahkan poligami secara mutlak, tetapi mengaturnya dengan syarat sangat ketat.

وَاِنۡ خِفۡتُمۡ اَلَّا تُقۡسِطُوۡا فِى الۡيَتٰمٰى فَانْكِحُوۡا مَا طَابَ لَـكُمۡ مِّنَ النِّسَآءِ مَثۡنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ​ ​ۚ فَاِنۡ خِفۡتُمۡ اَلَّا تَعۡدِلُوۡا فَوَاحِدَةً

“Dan jika kamu khawatir tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim, maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu khawatir tidak akan berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja….” (QS. An-Nisa: 3)

Ayat ini sering dijadikan rujukan utama. Jumlah maksimal istri dibatasi empat. Tapi ada satu catatan penting: keadilan. Tanpa keadilan, poligami menjadi tidak sah.

Bahkan, dalam berbagai riwayat, Rasulullah SAW membatasi praktik ini di kalangan para sahabat. Siapa yang memiliki istri lebih dari empat ketika masuk Islam, diwajibkan memilih hanya empat, sisanya harus diceraikan.

Tidak hanya itu, hadits juga melarang menggabungkan wanita-wanita yang dilarang menikah bersamaan seperti dua saudari kandung. Intinya, aturan sangat rinci, tidak sembarangan, dan penuh pertimbangan sosial serta moral.

Baca Juga: Hati-Hati! Jangan Jadi Suami Dayyuts! Apa Itu Dayyuts?

Tiga Pilar Utama Poligami: Keadilan, Cinta, dan Tanggung Jawab

Sebelum mempertimbangkan poligami, ada tiga pilar yang harus dipahami dan dipenuhi. yuk, kita bahas satu per satu secara lebih dalam.

1. Keadilan

Poligami tanpa keadilan hanya akan melahirkan luka. Islam sangat menekankan hal ini. Keadilan dalam poligami meliputi:

  • Pembagian waktu yang adil
  • Nafkah lahir dan batin yang seimbang
  • Perlakuan yang tidak membeda-bedakan secara emosional

Allah bahkan memberi peringatan tegas dalam Surah An-Nisa ayat 129:

وَلَنۡ تَسۡتَطِيۡعُوۡۤا اَنۡ تَعۡدِلُوۡا بَيۡنَ النِّسَآءِ وَلَوۡ حَرَصۡتُمۡ​

“Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian…”

Ayat ini menunjukkan bahwa adil secara sempurna hampir mustahil. Maka, berhati-hatilah sebelum memutuskan untuk menjalankan poligami.

2. Cinta

Mungkinkah poligami lahir karena cinta? Bisa jadi. Namun, cinta dalam Islam tidak hanya berdasarkan perasaan, tapi juga pada maslahat. Seperti menjaga keturunan, merawat perempuan yang rentan, atau memenuhi kebutuhan sosial tertentu.

Islam tidak mengabaikan perasaan. Tapi ia juga meminta agar cinta tidak membutakan keadilan. Sebab jika cinta dijadikan alasan utama tanpa kesiapan tanggung jawab, akan ada hati yang tersakiti, terutama istri pertama.

3. Tanggung Jawab

Inilah beban terberat dalam poligami. Seorang suami harus:

  • Memberikan nafkah untuk semua istri dan anak-anak secara adil
  • Menjadi pemimpin yang bijak dan penyabar
  • Siap diuji emosi, tenaga, dan materi

Bahkan dalam konteks hukum di banyak negara Muslim, poligami tidak bisa sembarangan dilakukan tanpa izin pengadilan agama. Tujuannya? Untuk melindungi perempuan dan keluarga dari potensi kerusakan akibat praktik yang tidak bertanggung jawab.

Poligami di Era Modern

Apakah poligami masih relevan hari ini? Sebuah pertanyaan yang tidak sedikit orang ajukan. Banyak ulama terdahulu menjawabnya dengan sangat hati-hati.

Jadi, poligami memang dibolehkan. Namun dalam kondisi sosial saat ini, risikonya tidak kecil:

  • Rasa cemburu yang tidak tertahankan
  • Konflik antar istri yang berdampak pada anak
  • Nafkah yang tidak seimbang karena beban finansial yang berat
  • Kurangnya waktu dan perhatian karena keterbatasan manusia

Maka, ulama kini lebih mendorong monogami sebagai hukum asal. Poligami hanyalah pengecualian jika memang ada kebutuhan syar’i dan syaratnya bisa dipenuhi dengan sungguh-sungguh.

Sebagai catatan, sejumlah negara seperti Tunisia, Turki, dan sebagian wilayah Indonesia sudah memiliki regulasi yang sangat ketat tentang poligami. Tidak lain, demi melindungi hak-hak perempuan dan mencegah penyalahgunaan syariat.

Baca Juga: Apakah Ada Azab Bagi Suami yang Berselingkuh?

Kesimpulan

Jadi, poligami dalam Islam bukan ajakan, melainkan keringanan (rukhshah) dengan catatan syarat-syarat berat terpenuhi. Ia sah secara hukum, tetapi tanggung jawabnya jauh lebih besar daripada yang terlihat.

Tiga pilar yang harus dijunjung tinggi adalah: keadilan, cinta, dan tanggung jawab. Monogami tetap menjadi hukum asal dalam Islam. Poligami bukan tujuan hidup, melainkan solusi kondisi tertentu.

Jadi, siapa pun yang mempertimbangkan untuk menjalaninya, perlu merenung lebih dalam, bukan sekadar siap menikah lagi, tapi siap berlaku adil di hadapan Allah SWT.

Nah, bagi yang ingin ikut menjaga kesejahteraan para perempuan dhuafa atau anak-anak yatim, bisa menyalurkan zakat, infak, atau sedekah melalui Rumah Zakat. Menyantuni mereka bisa menjadi jalan cinta dan keadilan dalam versi yang paling indah.

Kalkulator Zakat

Hitung zakat Anda secara akurat dengan kalkulator zakat kami

Donatur Care

Silakan cek riwayat donasi Anda disini

Link Terkait