Oleh Rachmat Ari Kusumanto
Chief Executive Officer Rumah Zakat
Sobat Pejuang, perubahan yang kita jalani ini merupakan hal yang luar biasa. Saat ini kita memiliki visi untuk menjadi sebuah NGO (Non Goverment Organization) bertaraf dunia. Dan untuk mewujudkannya kita harus siap berubah. Tak hanya mengubah penampilan luar saja, tapi juga dari dalam diri kita pun harus mengalami transformasi ke arah yang lebih baik.
Transformasi itu bisa dimulai dari sikap kita di lingkungan kerja, misalkan menjaga meja kerja tetap bersih dari makanan ataupun bekas tempat minuman. Selain itu service quality kepada donatur dan mitra pun harus diperbaiki. Dan untuk memperbaiki service quality kita, saya menyebarkan SOL (Standar Operasional Lembaga) mengenai etika berkomunikasi ke seluruh cabang.
Belajar dari Samurai
Adalah hal yang luar biasa kala Rumah Zakat berkomitmen menjadi NGO tertaraf global. Bayangkan bagaimana bila 30 tahun yang akan datang, Rumah Zakat memiliki cabang di seluruh negara yang ada di dunia. Akan ada berapa banyak umat yang dapat dibantu oleh program-program dari Rumah Zakat? Subhanallah. Semoga segala jerih payah yang kita lakukan diridhoi Allah dan tercatat sebagai amalan yang dapat menjadi pembuka pintu surga.
Namun sekali lagi kembali saya ingatkan, untuk mencapainya, ada beberapa hal dari internal kita yang harus diperbaiki. Perubahan jangan hanya dilakukan oleh para BOD (Board Of Director) saja tapi juga seluruh amil yang ada dari Aceh sampai Papua. Sobat Pejuang, mari kita ambil pelajaran dari seorang Samurai. Mungkin bagi Sobat yang pernah menyaksikan The Last Samurai mengetahui prinsip hidup serta kedisiplinan dari seorang samurai.
Samurai memiliki arti melayani, mereka hidup untuk menjadi pelayan bagi kaisar Jepang. Dengan prinsip hidup menjaga kehormatan dan harga diri, para samurai selalu menerapkan nilai-nilai budaya yang telah ada di Negeri Matahari Terbit itu. Para Samurai pun sangat menjunjung tinggi nilai kedisiplinan. Tokoh utama The Last Samurai pun menyatakan bahwa dirinya belum pernah melihat masyarakat sedisiplin samurai.
Meskipun kepercayaan yang dianut samurai berbeda dengan kita, namun spirit yang mereka usung sangat layak untuk kita contoh. Dimulai dari melayani, kita memiliki tugas untuk menjadi fasilitator bagi para mustahik dan para muzakki. Kita ada untuk membantu keduanya agar dapat saling mengungkapkan rasa cinta dan kasih sayang. Kemudian senantiasa menjadi kehormatan dan harga diri. Sudah pasti seorang muslim harus berupaya menjaga kehormatan serta harga diri dalam menjalankan amanah di dunia ini. Sementara disiplin adalah salah satu kunci bagi sebuah lembaga atau organisasi yang ingin disejajarkan di tingkat internasional.
Pelajaran terakhir yang dapat diambil dari film tersebut adalah pada saat Kaisar Meiji menyatakan bahwa meskipun pengaruh asing telah masuk dan berkembang di Jepang, namun masyarakat negeri Sakura tak boleh melupakan asal usul dan kebudayaan daerah mereka. Begitupun dengan kita, walaupun saat ini kita memiliki cita-cita untuk menjadi NGO bertaraf internasional, kita harus ingat siapa diri kita dan juga tujuan dari pekerjaan kita. Sebab kita ini adalah seorang mughozin yang memiliki cita-cita menggapai Ridho Allah dan membuat Rasulullah tersenyum, Amin.#